Sunday, March 6, 2016

Elegi sebelum ia mati

   Aku bisa merasakan derai hujan sore itu menghujam tubuhku, dinginnya menusuk sukmaku tapi aku sengaja tak berteduh di bawah payung yang kita sebut pelindung itu, ia hanya pembatas antara rahmat Tuhan yang kita sebut hujan dengan Tubuh ciptaan Tuhan pula karena dinginnya hidupku tanpa dia lebih akut daripada hujan air langit ini.
   mengapa api ini terasa dingin di mataku? apa yang salah dengan sistem sarafku? dia yang begitu sempurna di mataku berubah menjadi dia yang tak ada harganya lagi.
   bagaimana bisa dia yang mengajariku untuk idealis berubah menjadi pelanggar batas apa yang telah dia ucapkan sendiri?

   bagaimana bisa dia yang mengatakan bahwa berubah menjadi lebih baik demi orang lain itu sesungguhnya untuk kebaikan kita sendri? tetapi mengapa saat jauh dariku dia seperti orang asing yang berbeda? apa aku yang salah orang? ataukah memang dia yang benar-benar menelan semua ludah yang ia keluarkan?
   bukankah harga diri yang kita miliki lebih berarti daripada rasa kasihan karena penyesalan seseorang yang meninggalkan kita dulu? harusnya dia yang menyesal karena meninggalkannya tapi mengapa dia yang bertekuk lutut dengan bodohnya memaafkan atau mengambil kesempatan yang asyik itu untuk menikmati hangat tubuhnya agar dia bisa membalasnya dengan tusukan yang dalam saat mereka berdua begitu dekat?
   aku tak tahu apapun persisinya tapi bagiku dia hanya seonggok daging dibalut tulang dan kulit yang hanya menunggu dikubur masa. 
   elegi ini bukan untuk memperingati kematian fisiknya yang terkubur tanah tapi matinya idealisme yang dia tanam dan pertahankan? elegi yang menyayat hati para penggemarnya yang mungkin menyesal telah percaya dengan ludah yang kini dia telan kembali.
   tidakkah dia jijik atas perbuatannya itu? atau dia lupa telah meludah seperti itu?
   elegi ini untuk jiwa yang terikat hal fana yang memang harus lepas, elegi yang harusnya telah diperdengarkan jauh sebelum ini, jauh sebelum aku dapat merasakan dinginnya api yang membakar dirinya dalam anganku. 
   elegi perpisahan ruh yang dulunya dekat...
   elegi yang harus pergi bersama jiwanya yang pernah dekat denganku...
   tak perlu konsolidasi karena elegi ini telah terlanjur ku dendangkan untuknya yang jauh di hati dan ataku... 
untuknya yang akan menyesal memohon padaku... 
untuknya yang akan kau anggap sampah saat ikatan kita diberkahiNya...
untuknya yang akau kau anggap angin lalu bagian dari mimpi burukku...

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.