Setitik Hikmah di Balik Kegelapan
Oleh Aning Tya Palupi
Pagi itu cuaca
terlihat mendung di sertai dengan rintik hujan, kabut putih dan suasana kelabu
tak lupa melengkapi hari yang sendu itu. Rin, seorang gadis remaja singgah di
teras rumahnya, ia sedang mendengarkan suara anak kecil di TPA dekat rumahnya
yang sedang mengaji. Lantunan surat-surat makkiyah
yang di bacakan, membuat Rin rindu akan masa lalu, hal itu karena Rin sudah
tidak pernah mengaji sejak lulus Sekolah Dasar, kesibukannya pada sekolahlah yang
menjadi alasan utama Rin.
“Rin, minggu ini
kan libur panjang. Coba deh, kamu buka Al-qur’an. Sayang kan kalau ilmu yang
kamu punya tidak di gunakan dengan baik, kalau hilang tiba-tiba, gimana?,”
nasihat ibunda Rin.
“Bunda, Rin
masih sibuk dengan tugas-tugas sekolah, minggu ini kan libur panjang waktunya refreshing dong,” jawab Rin dengan nada simple.
“Tugas apa lagi,
sih? Orang sudah liburan masih ada tugas,” jawab ibunya.
“Rin, lagi persiapan
untuk tahun depan, bunda. Rin harus belajar banyak untuk UN supaya lulus dan di
terima PMDK,” alasan Rin.
“Baca Al-qur’an
cuma dua tiga lembar saja kok, sampai segitunya, coba ingat-ingat deh! Kapan
terakhir kali kamu membaca Al-qur’an?,” tanya ibunya balik.
“Gini deh, nanti
malem Rin janji. Rin bakal baca Al-qur’an, sekarang Rin mau pergi dulu teman-teman
udah tunggu lama di Simpang Lima kita semua mau jalan-jalan, hunting baju, sama nonton. Rin, pergi
dulu ya… Assalamu’alaikum,” pamit Rin terburu-buru.
“Wa’alaikumsallam…..
Ya Allah, sadarkanlah anakku, Ya Allah,” lirih ibunda Rin.
Akhirnya Rin
lebih memilih untuk pergi bersama temannya, dari pada mendengar nasihat ibunya.
Malam hari pun tiba, tetapi Rin belum juga datang. Ibunda Rin khawatir akan
keadaan anaknya, hingga saat tengah malam Rin pun datang, ibunda Rin segera
membukakan pintu.
“Kalau kamu
lapar, bunda sudah membuat nasi goreng
seafood kesukaanmu. Enak loh,” tawar ibunya.
“Tidak, Rin
sudah makan di luar. Sekarang masih kenyang. Rin mau tidur dulu, capek. Dan
bunda jangan ganggu istirahatku,” jawab Rin dengan nada yang amat ketus.
Mendengar
kata-kata yang terlontar dari anaknya langsung membuat ia terdiam dan tak tahu
harus berkata apa. Ia pun juga tak berani mengganggu anaknya sekalipun.
Sementara Rin sendiri telah mengingkari janjinya bahwa malam ini ia akan
membaca Al-qur’an. Rin malah tertidur pulas tanpa sholat isya dan mengganti
pakaiannya.
Adzan subuh pun
berkumandang, ibunda Rin membangunkan anaknya untuk sholat, tapi Rin tidak
menghiraukan ajakan ibunya. Pagi hari pukul 09.30 WIB, Rin terbangun dengan
hati cemas. Ia teringat akan kejadian tadi malam, ia telah membentak ibunya, ia
juga menyesal karena tidak mengerjakan sholat isya dan subuh, dan yang paling
membuatnya ketakutan adalah ia ingkar janji untuk membaca Al-qur’an.
Rin segera
terbangun untuk mencuci muka dan ingin meminta maaf kepada ibunya. Rin pun
melewati dapur dan di lihatnya sepiring nasi goreng seafood yang sudah terbuang di tong sampah dapur dengan sia-sia. Rin
pun terbayang-bayang saat bagaimana ibunya mencemaskan Rin tadi malam.
“Bi Ijah, bunda
kemana?,” tanya Rin kepada pembantunya.
“Bunda kamu tadi
pergi tuh, gak tahu kemana!,” jawabnya dengan nada bingung.
“Yaudah deh,
makasih ya, bi,” balas Rin memelas.
Akhirnya dia
memutuskan untuk menunggu ibunya di ruang tamu dengan hati gelisah.
“Assalamu’alaikum,”
terdengar suara salam dari ibunya.
Wa’alaikumsallam…
Tunggu sebentar, bunda,” jawabnya sambil berdiri dan membukakan pintu.
Melihat ibunya
datang Rin langsung memeluk ibunya erat dan meminta maaf.
“Bunda, kemana
aja?,” kata Rin dengan nada manja.
“Bunda habis tabligh akbar bareng ibu-ibu, nah kalau
ntar sore tabligh akbar khusus remaja
Karang Taruna. Kamu harus ikut, nanti tuh ada bazar buku, baju muslim, sama makanan. Duh, suasananya menjelang
Bulan Ramadhan banget deh. Selain itu, kamu juga dapat ilmu, kan ikut
pengajian. Ikut ya,” tawar ibunya Rin.
“Pastinya,
bunda. Rin bakal ikut acara tabligh akbar
ini. Sekalian mengenang masa lalu, terakhir Rin ikut kan waktu Rin kelas 6 SD.
Lama banget ya, bunda?,” tanya Rin.
“Gak apa-apa,
biar lama asal belum terlambat. Masih ada kesempatan untuk melaksanakannya,”
nasihat ibunya balik.
“Rin kira bunda
pergi kemana, Rin khawatir, bunda. Bunda gak pamit,” terang Rin.
“Emh… kurang
lebih seperti itulah yang tadi malam bunda rasakan ke kamu, Rin,” jawab ibunya
langsung pergi ke dapur.
Sore hari tlah
tiba, Rin bersiap-siap melaksanakan tabligh
akbar dengan pakaian muslimah yang anggun. Rin pun menyegerakan langkahnya
menuju Masjid Al-Ikhlas. Di sana ramai sekali dengan bazar, namun pandangannya hanya tertuju pada tempat buku-buku ilmu
pengetahuan islami.
“Hal-hal yang
wajib di lakukan ketika berpuasa,” bisiknya membaca salah satu judul buku itu.
“Bang, buku
Hadist ini, harganya berapa?,” tanya salah satu gadis menyelak.
“Alisha…. Kamu
Alisha, kan?,” tanya Rin menebak-nebak.
“Rin yah? Iya
kan? Ya ampun…. Rin kamu apa kabar?,” tanya Alisha terheran-heran.
“Baik kok sha,
kamu sendiri gimana?,” tanyanya balik.
“Alhamdullilah…
luar biasa. Kamu tuh jarang banget kelihat, sih. Ikut Karang Taruna, dong.
Gabung sama anak remaja islami di Masjid Al-ikhlas,” tawar Alisha.
“Aku sibuk, Alisha. Eh, acaranya sudah di mulai
masuk, yuk! Biar dapat tempat duduk di depan,” jawab Rin memotong pembicaraan.
Setelah selesai
mengikuti acara tabligh akbar, mereka
berdua berbicara sebentar sebelum pulang ke rumah mereka masing-masing.
“Rin, kamu mau
gak bantu aku ngajar di TPA kita dulu, kasian Ibu Rabbi. Banyak guru yang
mengundurkan diri. Makanya dia minta tolong ke semua anak remaja yang ada di
sini, kamu mau tidak,” tawar Alisha secara lembut.
“Eh, aku ngajar,
Sha? Ehm…. Insyaallah deh, Sha,” jawab Rin ragu.
“Aku tau kamu
sibuk banget, sekolah kamu kan fullday.
Tapi itu cuma tawaran kok, Rin. Gak bisa juga gak apa-apa, hehehehe,” jawab
Alisha sambil cengengesan.
Rin masih terbayang akan perkataan Alisha yang
meminta dirinya untuk mengajarkan anak TPA mengaji. Ia heran, tapi ia menyikapi
itu semua dengan sikap yang positif. Ia segera menerima tawaran Alisha untuk
mengajar, karena apabila seseorang mengajarkan ilmunya kepada orang lain
pahalanya tidak akan pernah terputus sampai meninggal dunia.
Pagi hari yang
cerah, Rin berjalan di jalan setapak menuju TPA, dari kejauhan sudah terdengar
suara-suara anak kecil mengaji, ia pun jadi teringat akan masa lalunya saat
mengaji di tempat ini. Sepertinya hikmah untuk mengajar di TPA itu sebagai
jalan untuk mengingat.
“Assalamu’alaikum…..”
sapa Rin kepada Staf di TPA itu.
“Ibu, maaf
mengganggu saya ingin bertanya, apa di sini ada yang bernama Alisha?,” tanya
Rin kepada salah satu staf di TPA itu.
“Oh, mbak Alisha
ya?, beliau sedang mengajar di kelas A, mau saya antarkan mbak?,” tawar staf
TPA dengan ramah.
“Oh, gak usah
mbak…. Biar saya ke sana langsung, boleh saya menemuinya?,” jawab Rin senyum..
Rin pun
menelusuri setiap ruang di TPA itu sesekali ia melihat-lihat keadaan di
dalamnya yang sama sekali tidak ada perubahan. Sampai akhirnya ia, menemui ruang
kelas A.
“Assalamu’alikum,”
Rin memberi salam sambil mengetuk pintu.
“Walaikumsallam,
Rin akhirnya kamu datang juga, masuk yuk!,” tawar Alisha dengan gembira.
“Nah, Rin, ini
murid-murid aku, kamu langsung perkenalkan diri ya, terus langsung kamu yang handle
mereka untuk mengaji, aku ingin mengajar anak kelas B sebelah, ok,” perintah
Alisha dengan nada bisik-bisik.
Akhirnya Rin pun
mampu mengajari anak-anak TPA mengaji, sesuatu kebanggaan bagi dirinya. Setelah
selesai mengajar, Rin keluar dari kelas itu. Nampak Alisha berjalan
mendekatinya dengan seorang lelaki.
“Gimana sukses
kan?,” tanya Alisha.
“Alhamdullilah,
sukses, Sha,” jawab Rin.
“Masih kenal gak
ini, siapa?,” tanya Alisha.
“Nara? Eh bukan
Yuki, aduh.. salah yak?,” jawab Rin ragu-ragu.
“Ini Nara, yang
pernah pinjemin kamu sandal waktu banjir,” terang Alisha.
“Oh…Nara. Kok
sekarang ganteng, sih,” jawab Rin.
“Dari dulu
kali…..,” jawab Nara emosi.
“Oiya, kita
tadarus Al-qur’an yuk di Masjid Al-Ikhlas, sekarang kan pengajian terakhir,
minggu depan kita kan sudah tarawih. Gak ada ngaji malam lagi,” kata Alisha.
“Betul banget
tuh…Rin, ikut tadarusan yuk…Ini pengajian malam terakhir, pasti ada sesi
maaf-maafan untuk menyambut Bulan Ramadhan. Ikut yuk! Ada Kak Izzan,” ledek
Nara.
“Ka Izzan lagi
Kak Izzan lagi, aku ke masjid untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah,
aku mau dunia remajaku penuh dengan dunia islami, dengan kegiatan keagamaan
yang bermanfaat, bukan karna Kak Izzan, aku juga sudah lupa kali sama beliau,”
ambek Rin.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.